Damayanti, Hefina (2017) PELAKSANAAN PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH PUTUSAN MK Nomor 69/PUU-XIII/2015. Other thesis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang.
|
PDF (Skripsi)
13.0201.0029 _ BAB I _ BAB II _ BAB III _ BAB V _ DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (595kB) | Preview |
|
PDF (Skripsi)
13.0201.0029 _ BAB IV.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (280kB) | Request a copy |
||
PDF (Skripsi)
13.0201.0029 _ FULLTEXT.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (799kB) | Request a copy |
Abstract
Setiap makhluk hidup memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya melalui perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di era modernisasi seiring dengan pertumbuhan ekonomi memungkinkan munculnya ikatan antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) pada hubungan dalam bidang kekeluargaan, khususnya perkawinan. Perkawinan tersebut di Indonesia dikenal dengan istilah Perkawinan Campuran. Dengan ada nya hubungan Warga Negara Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing tidak bisa memiliki hak atas tanah kecuali dia memiliki perjanjian sebelum nikah. Perkawinan campuran yang berdampak terhadap harta benda dalam perkawinan, salah satu contohnya yang dialami oleh Ike Farida yang menikah secara sah dengan Warga Negara Jepang di Indonesia. Persoalannya, yaitu Ike Farida tidak bisa membeli Rusun karena status suami Ike adalah Warga Negara Asing dan Ike tidak memiliki perjanjian perkawinan dengan suaminya. Oleh karena itu Ike Farida mengajukan pengujian Undang-Undang (judicial review) dengan pengujian Pasal 21 ayat (1), ayat (3) dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria; Pasal 29 ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Judicial Review tersebut akhirnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan secara bersyarat permohonan Ike Farida, yaitu uji materi Pasal 29 ayat (1), (3), (4) UU No 1 Tahun 1974 terkait perjanjian perkawinan. Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015, yang berkaitan dengan Perjanjian Perkawinan, yaitu pembuatan perjanjian perkawinan yang sebelumnya perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan saja sekarang perjanjian perkawinan dapat juga dibuat oleh suami istri sepanjang perkawinan mereka. Berdasarkan hal tersebut penulis mengambil penelitian dengan judul pelaksanaan perjanjian perkawinan setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015.Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pelaksanaan perjanjian setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU/XIII/2015 dan akibat hukum dari pelaksanaan perjanjian perkawinan setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU/XIII/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, sedangkan penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling.Alat penelitian meliputi studi kepustakaan dan wawancara.Metode analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pelaksanaan perjanjian perkawinan setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU/XIII/2015 berkaitan dengan pembuatan perjanjian perkawinan yang kini dapat dibuat pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang di sahkan oleh pegawai pencatat nikah atau Notaris, isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. x 69/PUU/XIII/2015 akibat hukum pelaksanaan perjanjian perkawinan yang dibuat selama dalam ikatan perkawinan, yaitu bagi WNI yang menikah dengan WNA (perkawinan campuran) dengan dibuatnya perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan mengenai status harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan berubah statusnya menjadi harta pribadi masing-masing pihak. Bagi WNI dalam perkawinan campuran bisa memiliki Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB). Sedangkan bagi WNA pelaku perkawinan campuran hanya dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau satuan rumah susun dengan Hak Pakai.
Item Type: | Karya Ilmiah (Other) |
---|---|
Pembimbing: | Bambang Tjatur Iswanto, SH., MH (0607056001) dan Heniyatun, SH., MHum (0613035901) |
Uncontrolled Keywords: | Perjanjian Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi No 69/PUUXIII/2015 |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Depositing User: | Jamzanah Wahyu Widayati |
Date Deposited: | 04 Feb 2020 04:21 |
Last Modified: | 04 Feb 2020 04:21 |
URI: | http://eprintslib.ummgl.ac.id/id/eprint/1081 |
Actions (login required)
View Item |